Dalam beberapa kasus dalam Islam terdapat atau diakuinya persaman hukum bagi
pria dan wanita, apakah hikmah dibaliknya?
Tapi sebelumnya perlu diketahui, persamaan yang kita maksudkan di sini,
bukanlah persetaraan gender yang seperti dikenal di negara-negara barat sana
yang bermaksud menyamakan kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam segala
bidang kehidupan, bahkan termasuk membolehkan seorang istri menalak suaminya,
dan juga bukan yang dikenal oleh masyarakat kita yang masih mengikuti atau
mengadopsi ala barat tadi.
Tetapi yang kita tekankan di artikel kita ini adalah
persamaan yang benar-benar berdasarkan kodrat manusia, baik laki-laki maupun
fitrah yang dimiliki para kaum hawa. Kodrat yang telah digariskan oleh Allah
Ta'ala.
Hikmah Persamaan antara Pria dan Wanita di Hadapan Hukum Islam
Persamaan hukum bagi pria dan wanita dalam Islam adalah persamaan dalam iman,
amal salih dan pahala, yang pastinya ada hikmah dibalik persamaan itu. Sebelum
kita melanjutkan terus artikel ini baik kita kutip beberapa ayat dan kitab suci
Al-Qur'an berikut ini.
Artinya: "Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan". (QS. An Nahl [16] :
97).
Artinya: "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan
dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Al Maa'idah [5] : 38).
Artinya: "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan
kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka
disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman." (An-Nuur [24] : 2).
Artinya: "Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan
dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan
amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman,
maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab." (QS.
Al Ghafir [40]: 40).
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang membenarkan (Allah dan Rasul-Nya)
baik laki-laki maupun perempuan dan memimjamkan kepada Allah pinjaman yang baik,
niscaya akan dilipatgandakan (pembayarannya) kepada mereka; dan bagi mereka
pahala yang banyak." (Al Hadiid [5] : 18).
Lalu Apakah Hikmahnya?
Dalam beberapa sistem hukum seperti tampak pada beberapa ayat yang kita kutip
di atas memang terdapat persamaan antara laki-laki dan perempuan, tetapi tentu
saja dalam sebagian hukum yang lainnya terdapat perbedaan.
Hikmah itu muncul karena beberapa kelebihan, dan pekerjaan seorang pria yang
tidak terdapat dalam diri dan kodrat wanita. Demikian juga sebaliknya, walaupun
tentu saja ada suatu pekerjaan yang bisa dilakukan oleh keduanya.
Adanya perbedaan kodrat inilah yang kemudian menjadikan syariat membatasi dan
sekaligus membedakan peran antara pria dan wanita dalam kehidupan bermasyarakat.
Apakah kodrat laki-laki yang tidak mungkin dimiliki oleh perempuan?
Diantaranya adalah tugas dan kewajiban untuk berjihad, memakmurkan bumi, dan
melakukan pekerjaan yang berat-berat, seperti di pabrik-pabrik, bangunan dan
sebagainya. Dan termasuk sebagai peran Kepala Negara. Kalau ada yang bekerja
seperti laki-laki ini, maka itu adalah hal yang dipaksakan dengan mengorbankan
yang lainnya pada diri, keluarga, bahkan masyarakatnya.
Ingat setinggi apapun
jabatan seorang wanita itu, tetapi secara emosional mereka tidak akan mampu
memimpin karena kebijakannya akan banyak diwarnai berbagai kondisi kejiwaan
(emosi)-nya dan cepat terpengaruh oleh keadaan dan siapapun yang sangat dekat
dengannya.
Kodrat seorang wanita adalah yang utama mengerjakan beberapa pekerjaan rumah
tangga. Karena perannya inilah maka dia dibatasi mengerjakan pekerjaan
kemasyarakatan yang lebih luas. Inilah dia peran yang tidak mungkin bisa
benar-benar dilakukan oleh kaum laki-laki.
Berdasarkan peran dan kodratnya masing-masing, keduanya diberi tugas-tugas
kehidupan sesuai dengan ketentuan hukum syariat. Misalnya saja, syariat
menyamakan tugas seorang pria dan wanita dalam soal ibadah dan sanksi, wanita
dan pria memiliki kemaslahatan yang sama dalam kedua pekerjaan ini.
Baru dalam masalah waris dan menjadi saksi laki-laki dan perempuan
diperlakukan berbeda, karena keduanya tidak sebanding satu dengan yang lainnya.
Ada dua alasan yang mendorong ketidakseimbangan ini, yaitu:
Ada dua alasan yang mendorong ketidakseimbangan ini, yaitu:
1. Akal pria lebih sempurna dibanding dengan wanita. Karena kelemahan akal
inilah seorang wanita bernilai setengah dari kesaksian laki-laki.
2. Karena pria banyak berkiprah dalam lingkungan publik yang tentunya lebih
banyak membutuhkan biaya untuk menuntaskan pekerjaannya itu. Jadi karena alasan
ini yang menjadikan hak waris laki-laki dua kali lipat lebih besar dari hak
waris wanita.
Meski dalam ibadah fisik keduanya memiliki hak yang sama, tetap saja ada
kondisi-kondisi tertentu yang membedakannya. Contoh pada salat Jumat dan shalat
berjamaan di Masjid, mereka diberlakukan berbeda, laki-lakilah yang memiliki
kewajiban untuk melaksanakan shalat jama'ah Jumat, sedangkan wanita lebih utama
melakukan shalat Juhur di rumah saja sebagai pengganti Jum'at.
Begitu pula
dengan shalat berjamaah yang lainnya wanita tidak dianjurkan menuju masjid atau
surau untuk melakukannya. Karena wanita tidak dianjurkan banyak keluar dari
rumah. Inilah keunggulan hikmah yang telah digariskan syariat.
Beberapa peran yang dilakukan oleh banyak wanita pada zaman modern saat ini,
seperti wanita-wanita yang bekerja di instansi-instansi atau lembaga-lembaga
baik pemerintahan maupun swasta, atau membantu untuk mencari nafkah bagi
keluarganya,
menurut saya boleh-boleh saja asal pekerjaan itu tidak
mengakibatkan keburukan bagi diri dan keluarganya, bagi agamanya, ditambah
tempat pekerjaannya tidak jauh dari rumah/keluarganya, dan tidak mengabaikan
kodratnya sebagai wanita yang hakiki, serta yang tidak kalah pentingnya lagi ia
senantiasa bisa menjaga akhlaknya, harga dan kehormatan dirinya, keluarganya,
dan suaminya jika dia sudah bersuami.
Sedangkan memilih pekerjaan sebagai TKW di
negara-negara lain, apapun alasannya itu adalah pekerjaan yang sangat tidak
dianjurkan, karena keburukannya lebih dekat dan nyata daripada manfaat yang akan
diperolehnya.
Sebagai penutup saya akan mengutip ayat dalam Al-Quran berikut ini.
Artinya: "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat,
sesat yang nyata". (QS. Al-Ahzab [33]{ 36).
Mari baca juga : 7 Hikmah Menghadap Kiblat.