Wahai Saudara-Saudaraku yang Lalai, Sadarlah!
Wahai saudara-saudaraku yang lalai, sadarlah! Wahai pecandu
dosa, sudahi dan insyaflah! Demi Allah, adakah manusia yang lebih buruk daripada
penyembah hawa nafsu?
Siapakah yang lebih rugi daripada orang yang menjual akhirat
untuk dunia?
Mengapa kelalaian menguasai hati kalian?
Mengapa kalian biarkan kebodohan menutupi aib diri kalian?
Bukankah kalian melihat pedihnya kematian bergerak di sekitar
kalian, kedatangannya begitu nyata, isyaratnya telah tiba, petakanya
menghanguskan berbagai alasan, panahnya menembus diri kalian, dan takdirnya
menghunjam ubun-ubun kalian?
Hingga kapan?
Sampai Kapan?
Mengapa kalian masih berpaling dan diam?
Apakah kalian ingin hidup abadi?
Mustahil, demi Tuhan. Kematian selalu mengintai. Tidak ada yang
lolos, entah ayah atau anak.
Karena itu, sungguh-sungguhlah mengabdi kepada Tuhan.
Tinggalkanlah seluruh dosa, mudah-mudahan Dia melindungi
kalian.
Muhammad ibn Quddamah menceritakan:
Bisyr ibn al-Harits bertemu dengan seorang laki-laki yang
mabuk. Lelaki itu memeluknya seraya berkata, “Wahai Tuan Abu Nashr.” Ia
membiarkan orang tersebut memeluk dirinya sampai puas. Ketika orang itu pergi,
kedua mata Bisyr berlinang air mata.
Ia berkata, “Orang yang mencintai orang lain karena menyangka
ada kebaikan padanya bisa jadi selamat, sementara orang yang dicinta tidak
mengetahui nasibnya sendiri.”
Selanjutnya ia berdiri di depan pemilik buah. Ia lama menatap.
Aku bertanya, “Wahai Abu Nashr, ada buah yang kau inginkan?
Ia menjawab, “Tidak. Aku hanya berpikir, jika kepada pemaksiat
saja Dia memberi, apalagi kepada orang yang menaati-Nya. Apakah gerangan makanan
dan minuman yang Dia berikan untuknya di surga nanti?”
Wahai saudaraku, sampai kapankah pelalai tidur?
Tidakkah pergantian malam dan siang membangunkannya?
Di manakah para penghuni istana dan kemah?
Demi Tuhan, kematian telah berputar-putar di atas dan mengintai
mereka laksana burung dara mengintai biji.
Makhluk tidak akan kekal ketika lembar catatan telah dilipat
dan pena telah mengering.
Biarlah diriku menangis dan meratap dalam derasnya kucuran air
mata
Biarkanlah aku meratap karena takut diri yang lemah ini
binasa
Ke mana aku berlindung dan kemana hendak beranjak?
Siapa yang bisa menolongku bila dipanggil membawa dosa?
Betapa panjang duka dan derita bila berada di Neraka Jahim dan
tersiksa
Seluruh keburukan tampak begitu nyata
Neraca telah dekat dan api pun telah menyala
Dengan baiknya harapanku kepada-Nya semoga Tuhan berkenan
memberiku karunia
Dan dengan rahmat-Nya memasukkanku ke surga
Tidak ada amal yang bisa kujadikan asa selain cinta kepada
keturunan Hasyim, Thaha serta para sahabat dan keluarganya yang terjaga.
Rasulullah saw. bersabda, “Pada Hari Kiamat didatangkan orang
yang telah mengumpulkan harta dari yang halal dan menggunakannya untuk yang
halal. Ia diseru, ‘Berdirilah untuk dihisab!’ Ia dihisab atas setiap hartanya
sekecil apa pun; dari mana didapat dan ke mana dikeluarkan.”
Nabi saw. melanjutkan, “Wahai manusia, apa yang kau lakukan
terhadap dunia? Halalnya dihisab dan haramnya disiksa.”
Janganlah merasa aman dengan kebaikan dunia
Kebaikan dunia adalah sumber kerusakan
Janganlah gembira dengan harta yang kau dapat
Padanya terdapat kebalikan dari apa yang diinginkan.
Seorang arif bercerita:
Menjelang wafat, Abd Yazid al-Busthami menangis lalu tertawa.
Tak lama berselang, seseorang bertemu dengannya dalam mimpi.
Ia ditanya, “Mengapa engkau menangis dan tertawa sebelum
mati?”
Ia menjawab, “Ketika sedang sekarat, Iblis terlaknat
mendatangiku dengan berkata, ‘Wahai Abu Yazid, engkau telah melepaskan
jaringku.’ Aku pun menangis kepada Allah SWT.
Selanjutnya malaikat turun dari langit seraya mengabarkan,
‘Wahai Abu Yazid, Tuhan berfirman kepadamu: Jangan takut dan jangan sedih!
Bergembiralah dengan surga!’ Aku pun tertawa lalu meninggalkan dunia.”
Aku berdiri sementara air mataku berlinang
Hatiku risau karena mengkhawatirkan keputusan
Setiap yang bersalah binasa oleh dosanya. Ia hina, sedih,
terpejam, dan penuh penyesalan
Wahai Tuhan, dosaku begitu besar
Engkau mengetahui apa yang ku adukan
Engkau Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha Kuasa
Maha Pemurah, Maha Pemaaf, dan Maha Pemberi ampunan.
Wahai saudaraku, betapa banyak hari kau lewati dengan menunda
tobat. Betapa banyak sebab membuatmu abai akan kewajiban. Betapa sering
telingamu mendengar tanpa takut oleh ancaman.
Menjelang wafatnya, Jabir ibn Zayd ditanya, “Apakah yang kau
inginkah?” “Melihat wajah al-Hasan,” jawabnya. Mendengar itu al-Hasan segera
datang menemui Jabir lalu bertanya, “Wahai Jabir, bagaimana kondisimu?”
Ia menjawab, “Aku merasa ketentuan Allah tidak bisa ditolak.
Wahai Abu Said, sampaikanlah kepadaku sebuah hadis yang kau dengar dari
Rasulullah saw.” Al Hasan berkata, “Wahai Jabir, Rasulullah saw pernah bersabda,
‘Seorang mukmin di sisi Allah selalu berada dalam kebaikan.
Jika bertobat, Allah
menerimanya, jika meminta maaf, Allah memaafkannya, dan jika minta ampun, Allah
mengampuninya. Tanda semua itu adalah hawa dingin yang ia rasakan di hati
sebelum ruh keluar.’”
Jabir berseru, “Allahu Akbar! Aku merasa hatiku dingin.” Ia
lalu berdoa, “Ya Allah, aku mengharap pahala-Mu. Wujudkanlah prasangkaku ini
serta lenyapkanlah rasa cemas dan takutku!”
Ia kemudian mengucapkan syahadat dan meninggal dunia. Semoga
Allah Swt. meridainya.
Konon, Dawud al-Tha’i bertobat karena ia melewati pekuburan,
mendengar senandung lirih tangisan dari dalam kubur:
Kesedihan bertambah setiap siang dan malam
“Mengapa bersedih padahal engkau adalah kekasih?”
Ia tetap berduka hingga Allah membangkitkan makhluk-Nya
Pertemuan dengan-Mu tidak diharap kala Engkau sudah dekat.
Baca artikel sebelumnya: Wahai Pendawam Kesalahan dan Kedurhakaan.