Berbeda dengan kitab Perjanjian Lama milik Yahudi dan empat Injil, kitab
suci Alquran keotentikannya tidak dapat disangsikan. Hal ini menyebabkan kitab suci Al-quran memiliki
kedudukan paling istimewa diantara kitab-kitab suci lainnya. Karena kitab-kitab
suci sebelumnya sudah terjamah oleh campur tangan manusia. Tidak heran terjadi berbagai kontradiksi di dalamnya.
Bagi Perjanjian Lama, yang
menjadi sebab dan kekeliruan dan kontradiksi yang terdapat didalamnya adalah
banyaknya pengarang sesuatu riwayat, dan seringnya teks-teks tersebut ditinjau ulang pada masa-masa sebelum lahirnya Nabi Isa; mengenai empat Injil
tak seorang pun yang mengatakan bahwa kitab-kitab itu mengandung kata-kata
Yesus yang secara setia dan jujur atau mengandung periwayatan perbuatan-perbuatan berdasarkan kenyataan yang sungguh-sungguh terjadi,
kita sudah melihat bahwa perubahan secara terus menerus menyebabkan naskah-naskah itu tidak otentik lagi. Selain itu penulisan Injil dilakukan oleh bukan orang yang mengenal kehidupan Yesus.
Bagi kita kedudukan
kitab-kitab suci Yahudi dan Nasrani tersebut kurang lebih sama kedudukannya
dengan kitab-kitab Hadits yang dikumpulkan dan disusun oleh para pengumpul
hadits. Pengumpulnya adalah manusia biasa yang kemudian dialihkan kepada
pengumpul hadits yang lainnya. Kondisi ini bisa menyebabkan terjadinya
kesalahan-kesalahan yang bersifat kemanusiaan. Dan sebagian besar pengumpul
hadits seperti Al-Bukhari, Muslim, dan lainnya tidak pernah melihat Nabi
Muhammad saw. Dengan demikian tingkat tingkat kesahihan hadits juga
berbeda-beda. Hal tersebut tidak beda dengan Injil. Tidak satu pun dari yang
terdapat di Injil ditulis pada waktu Yesus masih hidup. Penulisan Injil lama
sesudah Nabi Isa wafat.
Bagi Qur-an, keadaannya
berlainan. Setiap surat al-qur'an yang turun langsung dihafal oleh Rasulullah, begitu pula oleh para sahabat, kemudian wahyu tersebut juga langsung ditulis oleh para sahabat yang ditunjuknya. Semenjak awal Qur-an memiliki dua unsur autentisitas
tersebut, yang tidak dimiliki kitab Injil. Hal ini berlangsung sampai wafatnya
Nabi Muhammad. Wahyu Qur-an turun sedikit demi sedikit selama 20 tahun. 10 tahun
sebelum Hijrah dan 10 tahun lagi sesudah Hijrah.
Karena penghafalan
Al-Quran dilakukan oleh para sahabat lebih-lebih ketika Nabi masih hidup,
tidaklah masuk akal jika Qur-an menyebutkan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan, sebab hal demikian gampang untuk diawasi oleh Nabi Muhammad dan
oleh sahabat-sahabat yang mencatat wahyu tersebut. Penghafalan Qur-an pada zaman
manusia sedikit sekali yang dapat menulis, memberikan kelebihan jaminan yang kuat pada saat pembukuan Qur-an dilakukan
(pembukuan Qur-an yang dimulai dari Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar bin
Khattab, sampai Khalifah Usman bin Affan), dan disertai beberapa regu untuk
mengawal pembukuan tersebut.
Rujukan:
DR. Maurice Bucaille: Bibel, Qur-an dan
Sains Modern