-->

5 CARA AMAN MENGHADAPI WAHABI / SALAFI

5 CARA AMAN MENGHADAPI WAHABI / SALAFI


Sudah bukan rahasia lagi sebagian kalangan yang berpaham Wahabi/Salafi memiliki mulut usil karena sering mempermasalahkan kebiasaan masyarakat Islam di mana saja, seperti peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, ziarah kubur, qunut subuh, tahlilah, ratiban, menghadiahkan pahala kepada orang yang sudah meninggal, do’a berjamaah, zikir keras berjamaah, bersalaman sesudah salat, tawasul, dan lain sebagainya. 

5 CARA AMAN MENGHADAPI WAHABI / SALAFI

Hal itu mereka lakukan dalam rangka menyebar pengaruh dan paham di masyarakat yang mereka sering anggap “tersesat” atu “musyrik” dengan sebab melakukan kebiasaan-kebiasaan tersebut.


Dalam hal ini, mereka bersikap seorang da’i yang ingin mengembalikan masyarakat yang tersesat kepada jalan agama yang benar (menurut mereka), walaupun anehnya, yang sering mereka dakwahi adalah orang-orang awam yang tidak mengerti. 

Padahal, mereka seharusnya memperioritaskan kalangan orang alim yang lebih patut “dikasihani” dan didakwahi karena sudah terjerumus sangat jauh dalam “keyakinan sesat”.

Ternyata, itu tidak berani mereka lakukan, karena tentunya mempengaruhi orang awam jauh lebih mudah daripada orang alim. Berarti dakwah mereka tidak bisa disebut “mengembalikan orang sesat kepada jalan yang benar”, lebih tepat disebut “Merekrut pengikut dangan memanfaatkan keawaman dan ketidakmengertian orang”.


Ya! Serigala hanya menyerang kambing gembala yang terpisah dari rombongannya! Ia tidak akan mendekati kambing-kambing yang diawasi oleh penggembalanya, apalagi menyerang penggembala yang sedang memegang senapan. Karena itu, bila keusilan ini terjadi, maka lakukanlah langkah-langkah berikut ini secara berurutan:


1. Hindari pembahasan agama dengan Wahabi/Salafi



Langkah ini ditujukan untuk menghindari perdebatan yang dapat memancing emosi yang bisa berakibat percekcokan dan rusaknya silaturrahmi. Sebab, tidak jarang mereka yang usil ini masih memiliki hubungan keluarga, nasab, atau kekerabatan dengan anda. 

Menjaga hubungan baik jauh lebih utama daripada mendengarkan penjelasan atau dakwah yang berpotensi merusak hubungan baik itu.


Misalnya, ketika ia mulai berkata, “Dalam beragama kita harus sesuai dengan al-Qaur’an dan hadis-hadis yang shahih”, atau “Tahlilan dan maulid tidak diperintahkan di dalam agama dan tidak ada dasar atau dalilnya dari al-Qur’an dan hadis”, atau “Agama Islam sudah sempurna, tidak boleh ditambah-tambah”, atau “Kalau ada waktu, saya harap anda hadir di pengajian rutin tempat saya”, dan lain sebagainya.


Maka jawablah dengan kalimat penghindaran atau pengalihan topik pembicaraan seperti: “Maaf, saya tidak begitu tahu soal dalil atau dasar. Saya cuma mengikuti apa yang diajarkan oleh para orang tua, para guru, dan para ulama. Dan saya yakin mereka punya dalil atau alasan yang kuat.”


“Maaf saya sedang tidak ingin membahas masalah agama. Jadi kita bahas masalah lain saja.”


“Sudahlah, tentang pengamalan agama, masing-masing kita punya alasan. Lebih baik kita bicarakan peluang bisnis apa yang bisa kita garap.”


“Sayang sekali, saya tidak bisa menyempatkan diri hadir di pengajian anda. Lagi pula, pengajian kan bukan di tempat anda saja.”


“Maaf, saya sudah punya jadwal pengajian sendiri.”


“Maaf, saya harus pergi karena ada urusan.” (Ini apabila dia terus memaksa anda untuk membahas agama).


2. Pinjamkan Buku-Buku yang Ditulis Ulama Aswaja



Biasanya, sikap seseorang membenci suatu perkara adalah akibat dari ketidaktahuannya tentang alasan-alasan yang ada di balik perkara tersebut. 

Jadi, bila mereka tidak berhenti mengajak anda  untuk membahas masalah maulid, tahlilan, atau yang lainnya, maka pinjamkanlah kepadanya buku-buku yang anda punya yang membahas tentang hal-hal tersebut secara detail (tentunya anda harus punya, dan pernah membacanya). 

Suruhlah ia membacanya dengan pikiran terbuka, bukan dengan pandangan sinis. Dengan begitu anda telah memberinya jawaban tanpa harus berdebat dengannya. 

Di antara buku yang sangat gamblang membahas hal-hal tersebut yang harus anda miliki adalah:

- I’tiqad Ahlus-Sunnah wal Jama’ah

- 40 Masalah Agama  (buku ini dan buku sebelumnya ditulis oleh KH. Siradjuddin Abbas), 

- Kupas Tuntas Ibadah-ibadah Diperselisihkan yang ditulis oleh Syekh Ali Jum’ah seorang Mufti di Mesir.

Dan ingat, jangan baca buku-buku Wahabi tanpa didampingi oleh orang alim !


3. Ajak Orang Wahabi dan Salafi Itu Kepada Guru, Ustadz, Kiyai, atau Habib



Bila keusilan itu berlanjut diberbagai kesempatan atau pertemuan di kemudian hari, dan orang usil itu terus-menerus berupaya mempengaruhi atau membuka peluang perdebatan tentang urusan agama, maka ajaklah dia untuk membahasnya bersama guru atau ustadz anda, atau orang alim yang anda kenal. 

Dan jangan biarkan dia yang membawa anda kepada gurunya, sebab dengan begitu anda dikhawatirkan terkena pengaruh buruknya.


Misalnya, dalam kesempatan-kesempatan lain orang usil ini mengajak anda untuk kembali membahas urusan agama, maka katakanlah:


“Untuk lebih jelas mari kita bahas masalah ini bersama guru/ustadz saya.”


“Sebaiknya kita bahas masalah itu di rumah atau di majlis pengajian guru saya.”


“Ustadz saya lebih mengerti tentang itu, kalau anda mau, saya antar anda untuk menemuinya.”


Dalil sikap ini adalah firman Allah dalam surat an-Nahl : 43 : “…..maka bertanyanlah kepada orang yang berpengetahuan jika kamu tidak mengetahuinya.”


4. Tunjukkan Penolakan yang Tegas



Bila ternyata, langkah 1-3 tidak berhasil, maka tunjukkan penolakan yang tegas kepada orang usil itu dengan mengatakan: “Kalau anda ingin hubungan kita tetap baik, tolong berhenti membahas agama dengan saya.”


“Saya tidak suka membahas keyakinan saya. Cukuplah sampai di sini, jangan anda lanjutkan.”


“saya berhak melakukan apa yang saya yakini, tolong jangan permasalahkan lagi.”


“Bila anda tidak berhenti membahas, berarti anda sudah tidak menghargai saya. Dan saya tidak perlu mendengarkan anda lagi.”


5. Ancaman Perlawanan Secara Kasar



Bila langkah tersebut juga belum berhasil, maka tunjukkan ancaman perlawanan terlebih dahulu, mengingat orang usil ini sudah sampai pada tingkat memaksakan kehendak, dan itu melanggar undang-undang agama sekaligus undang-undang negara. 

Maka nyatakan perlawanan anda dengan agak keras, dengan mengatakan: “Diam, atau anda akan saya laporkan kepada yang berwajib.”


“Cukup, atau anda akan saya tindak tegas!”


“Kesabaran saya sudah habis, lebih baik anda pergi sebelum emosi saya tidak terkendali!”


“Jangan paksa saya, atau saya akan perangi anda!”


Dalil sikap ini adalah sabda Rasulullah Saw:

“Akan keluar suatu kaum di akhir zaman, orang-orang muda usia, pendek akal, mereka berkata-kata dengan sebaik-baik perkataan manusia (al-Qur’an, atau hadis, atau perkataan baik yang bertolak belakang pengertiannya) yang tidak melampaui kerongkongan mereka (tidak masuk ke dalam hati mereka). Mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya. Maka, di mana saja kamu jumpai mereka, perangilah, karena di dalam memerangi mereka terdapat pahala di hari Kiamat bagi yang melakukannya.” (HR. Bukhari)


Ulama menafsirkan, “orang-orang muda usia yang pendek akal” itu adalah kaum Khawarij, yaitu golongan orang-orang yang sakit hati kepada Ali bin Abi Thalib Ra. dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan Ra. beserta para pendukung keduanya. 

Ciri mereka kemudian dikenal dengan sikap bermudah-mudah menganggap sesat orang lain. Dan seorang ulama besar bernama Syekh Ibnu Abidin menyatakan, bahwa Khawarij di zaman kita ini adalah golongan Wahabi (lihat al-Maqaalaat as-Sunniyah, hal 51).


Semoga langkah terakhir ini tidak perlu terlaksana, apalagi implementasinya, dan semoga mereka mengerti dengan langkah yang pertama saja sehingga tidak melanjutkan keusilan mereka terhadap orang-orang yang gemar Maulid, qunut Shubuh, ziarah ke makam wali, atau tahlilan. (Buletin Jum’at MB. Attaqwa, Pancor).
Jangan lupa baca juga : Aliran Sesat Ahmadiyah 2.

Disqus Comments