Afat Lisan 2: Berlebihan Dalam Berkata-kata - Berlebih-lebihan dalam berkata itupun tercela juga dan itupun merupakan
afatnya lisan. Hal ini ada kalanya dengan cara memperdalam kata-kata yang tidak
ada kemanfaatannya, tetapi dapat juga terjadi dengan cara berlebih-lebihan dalam
memperkatakan hal-hal yang ada juga kemanfaatan untuk dirinya.
Misalnya
seseorang yang memperbincangkan sesuatu dan semestinya dapat diuraikan dengan
percakapan yang ringkas, tetapi kemudian ditambah-tambahnya sehingga melebihi
apa yang dibutuhkan.
Kadang-kadang sesuatu yang sebenarnya dapat diperagakan dengan sesuatu
bentuk, tetapi lalu diulang-ulanginya berkali-kali. (Artikel sebelum ini Afat Lisan 1: Berkata yang Tidak Berguna)
Jikalau seharusnya cukup
dapat dimengerti apa yang dimaksudkan itu dengan satu kalimat, maka sekiranya
disebutkan sampai dua kali, maka kali yang kedua inipun merupakan kelebihan yang
tidak berguna dan oleh karena itu juga tercela, sebab melebihi yang dihajatkan,
sekalipun dengan berkata lebih itu tidaklah berdosa dan tidak pula ada
bahyanya.
Ketahuilah bahwa kata-kata kelebihan itu sukar untuk dibatasi, tetapi sebagai
ancar-ancar batasan itu dapatlah direnungkan apa yang telah difirmankan oleh
Allah Ta’ala dalam kitab suci-Nya, yaitu:
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali
bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat
ma’ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia.” (QS. An-Nisa : 114)
Dalam pada itu rasulullah saw. juga bersabda:
“Berbahagialah seseorang yang menahan kelebihan dari lisannya dan
membelanjakan apa-apa yang kelebihan dari hartanya.” (HR. Baihaqi dan
lain-lain)
Cobalah perhatikan bagaimana keadaan manusia pada zaman kita sekarang ini.
Mereka itu membolak-balikkan apa yang dianjurkan oleh agama, sebab yang mereka
tahan adalah harta yang kelebihan, tetapi kelebihan lisan terus diobralkan
sehingga tiada terkendalikan lagi.
‘Atha’ berkata: “Orang-orang salaf sebelummu itu benci sekali berkata-kata
secara berlebih-lebihan itu. Yang mereka anggap sebagai kelebihan dalam
berkata-kata ialah segala pembicaraan yang selain mengenai Kitabullah Al-Qur’an,
selain sunah Rasulullah saw, juga perkataan yang tidak bertujuan beramar ma’ruf
atau nahi munkar, juga selain percakapan yang diperlukan untuk mencahari
penghidupan di dunia yang mau tidak mau harus dilakukan.
Adakah kamu semua mengingkari adanya malaikat penjaga, yang mulia-mulia
sebagai para pencatat amalah seluruh manusia yang senantiasa mengikuti gerak dan
langkah mereka itu dari kiri dan kanan. Tidak seorang pun yang mengeluarkan
kata-kata yang bagaimanapun coraknya, melainkan disisinya pasti ada malaikat
yang meneliti, memeriksa yakni Raqib (pencatat kebaikan) dan ‘Atid (pencatat
keburukan).
Tidakkah malu kamu semua nanti disaat catatan-catatan itu sudah dibeberkan.
Bagaimana jikalau catatan-catatan itu semata-mata dipenuhi dengan
tulisan-tulisan yang sebagian besar bukan termasuk dalam golongan urusan
keagamaan atau keduniaan yang diperlukan.”
Ibnu Umar berkata: “Yang lebih penting untuk dibersihkan oleh seseorang itu
ialah lisannya.”
Dalam sebuat atsar dicatat: “tidak seseorang pun yang diberi sesuatu yang
lebih jelek dari pada kelebihan dalam lisannya (percakapan).”
Terima kasih anda telah membaca Afat Lisan 2: Berlebihan Dalam Berkata-kata, semoga memberi faedah bagi kita bersama. Jangan lupa kunjungi terus blog ini untuk mendapatkan artikel-artikel terbaru lainnya.